Sabtu, 28 Maret 2009

Bajakan itu ....

Menggunakan barang bajakan sama dengan mencuri, begitu salah satu bunyi iklan yang pernah saya lihat. Ada juga yang membawa bawa fatwa ulama, menggunakan barang bajakan itu haram hukumnya. Saya memilih untuk tidak melihatnya secara hitam putih. Lha menurut saya sih, jika orang miskin di miskinkan lagi dengan menutup kemungkinan membeli bajakan, dan menghukumnya, ini sama saja dengan pemaksaan untuk memperkaya orang kaya dengan support dari orang miskin. Duitnya dari mana? Bukankah kesempatan belajar dan mendapat pengetahuan termasuk dari produk dan perangkat lunak, itu hak semua orang? Bukan hanya orang mampu?




Bajakan itu baik. Kata siapa? Ya kata saya. Ini kata saya lho. Saya enggak punya implikasi apa apa dan hubungan dengan siapa siapa waktu menuliskan opini pribadi ini.

Mari kita bayangkan hidup kita, masyarakat Indonesia tanpa software, lagu dan film import bajakan:

Bajakan Film dan DVD

Tanpa film dan DVD bajakan, perempuan seperti saya tak kan kenal apalagi bisa memimpikan siapa itu Brad Pitt dan aksi aksi nya, terutama aksi seksi dia di film jadul Legend of the Fall, meskipun saya sempat menontonnya di bioskop berkat traktiran dari pacar saya jaman itu. Tapi bagaimana saya bisa terkenang kenang Brad Pitt jika hanya menontonnya sekali saja? Saya cuma akan mengenal Bang Tigor, Mas Karyo, dan Ki Daus, yang ada di opera sabun televise Suami Suami takut istri. Mau tak mau saya pun mengkoleksi DVD bajakan…

Banyak dari film film yang tak tayang di bioskop bioskop Indonesia, tak selalu bisa ditemukan DVD aslinya di toko toko. Mau kemana lagi selain bajakan? Bayangkan: tanpa DVD bajakan, dan karena film film import mahal, maka sedikit sekali masyarakat Indonesia yang mengerti dunia luar. Paling paling orang kaya. Selebihnya, kita cuma tahu Amerika, Eropa, bahkan tetangga kita Australia dari buku geografi. Kita cuma tahu bahasa Inggris basi dari buku kurikulum sekolah. Banyak dari kita yang akan menjadi katak dalam tempurung. Gagap teknologi, gagap budaya luar. Meskipun tak jaminan pula bahwa film film ini cuma akan membawa dampak positif. Tapi peduli amat. Larilah kita ke DVD bajakan…







Saya patut berterima kasih kepada para produser film film itu, yang saya lihat film nya melalui DVD bajakan. Maafkan ya, saya tak mampu balas budi, karena kalian jauh lebih kaya dari saya. Paling banter, balas budi saya adalah membeli koleksi DVD kalian, kalau sedang ada duit. Tapi jasa kalian takkan terlupakan. Karenanyalah saya jadi mengenal para bintang dunia. Saya jadi mampu berbahasa Inggris dengan lancar menggunakan bahasa Inggris populer. Saya jadi bisa sok pintar manakala diperlukan. Saya bisa bicara topik topik yang cuma bisa ditemui di film film. Saya jadi tahu mode, tahu luar negeri, dan bisa bermimpi punya cowok gagah perkasa seperti sang bintang James Bond.

Bajakan itu, baik kan?

Bajakan Perangkat Lunak

Ayo kita bayangkan lagi hidup kita di Indonesia tanpa software atau perangkat lunak bajakan. Dengan tak adanya software Microsoft bajakan, hanya segelintir orang saja yang mampu bekerja di kantoran yang biasanya membutuhkan keterampilan minimum word, excel, power point dan outlook. Sebagai pribadi, dari mana banyak orang bisa belajar Microsoft Office software? Tentu kebanyakan dari software bajakan baik di komputer sendiri atau pinjaman, maupun belajar di warnet dan sekolah sekolah. Kalau tak ada bajakan, mungkin banyak orang seperti saya takkan tahu bagaimana cara menggunakan software word, karena kesempatan itu tak ada. Mungkin untuk mengetik artikel ini masih harus pakai mesin ketik ketek ketek seperti yang ada di kelurahan dekat rumah.

Kalau dipikir, mana mungkin membeli software asli yang berharga jutaan itu, sementara nilainya sama, mendekati atau melebihi gaji per bulan para karyawan kelas bawah di Indonesia. Tentu ada beberapa kecualian dalam pengamatan amatir saya. Banyak software pendidikan untuk anak keluaran non-Indonesia, di jual dengan harga miring, yang bahkan di bandingkan dengan contohnya software Bobby Bola berbahasa Indonesia. Misalnya, Jumpstart (Animal, Music, Geography, 1st Grade – 6th Grade, dll) keluaran Knowledge Adventure, atau I Spy keluaran Scholastic, dan Arthur dari The Learning Company berharga sekitar 80-100 ribuan per CD nya. Sayangnya software asli ini masih juga susah di cari di toko toko record atau toko electronic di Jakarta, meskipun bajakannya dapat di temukan di beberapa mall.

Marilah berandai andai lagi. Jika saja produk bajakan tidak dimungkinkan sama sekali, baik karena segi hukum maupun sistimnya, saya berani taruhan lebih dari 70 % masyarakat dunia masih akan hidup di jaman batu dan gelap gulita. Banyak dari kita menjadi masyarakat bodoh dan hanya segelintir orang saja yang mampu dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sungguh dunia yang menyeramkan untuk kita hidup, bukan?

Dan mungkin juga perusahaan sekelas Microsoft tidak akan mendunia dan sehebat sekarang, bila kesempatan orang untuk mengambil untuk pelajaran dan ketrampilan dari software melalui bajakannya ini tak dimungkinkan. Begitu juga dengan software-software lain yang berhubungan dengan arsitektur, design, informasi teknologi… Wah, berapa banyak investasi yang seseorang di Indonesia ini harus tanam untuk menjadi pandai dan bisa bersaing dengan dunia luar?

Jadi, bagi banyak anak bangsa yang papa seperti saya, bajakan itu baik, bukan?







Biarlah software asli menjadi milik perusahaan perusahaan menengah dan besar. Biar saja lembaga pendidikan kelas menengah bawah memetik keuntungan pengetahuan dari software software tak terdaftar tersebut. Biar saja perusahaan rumahan dan menengah bawah menikmati software bajakan, berhubung modal kapital saja sudah megap megap…Anggap saja amal. Bukankah Boss Microsoft adalah salah satu dari segelintir philanthropist terbaik di muka bumi ini? Pasti dia tak keberatan.

Terima kasih para penerbit software. Maaf kami tak mampu membayar harga pasaran software kalian. Untuk kebutuhan dasar hidup saja masih pontang panting. Kecuali bila kalian jual software resmi kalian dengan harga miring semiring miringnya. Kami mungkin akan mampu membeli. Tapi itu bisa berarti banyak orang kaya atau perusahaan besar yang juga akan menangguk keuntungan dari penjualan murah ini. Maka dari itu, biarkan lah kami bermain bajakan. Jangan tuntut kami. Dan silakan kalian berkutat dengan meja hijau bila perusahaan perusahaan besar juga tanpa malu memanfaatkan software kopian kalian.

Bajakan Musik

Wahai para pemusik dan produser musik Indonesia dan mancanegara, percayalah, jangan takut sama kami kami yang suka konsumsi bajakan. Wong kami tak mampu bayar penuh kok. Masa’ kalian yang sudah kaya raya itu masih mau mengambil keuntungan dari rakyat jelata seperti kami. Tak tega kan? Nah, nantilah kalau kami kaya, tentu tak akan kami beli barang bajakan. Orang orang berduit itu, mana mau mereka membeli musik bajakan, malu dan gengsi dong! Saya yang merupakan bagian dari rakyat jelata saja lebih sering gengsi kok!

Bahkan kalau boleh dibilang, kami ini secara tidak langsung membantu mempopulerkan lagu lagu dan artis secara gerilya melalui senandung di jalan, cerita dari mulut ke mulut, download, mp3, dan bajakan seharga delapan ribu perak. Hukum exposure. Pada saat lagu tersebut sudah popular, maka tingkat penjualan cd asli itupun bisa turut terdongkrak. Belum lagi sang artis nya yang semakin popular mempermudahnya mendapat rejeki tambahan dari iklan marketing below dan above the line seperti cetak, talk show, temu muka, radio, tv, dan quiz ketik Reg.

Coba tengok Michael Heart dengan lagunya We Will Not Go Down. Semula dia ciptakan lagu itu dengan keinginan untuk membantu Palestina, dengan mengutip duit dari para downloader lagu tersebut. Namun saking populernya, lagu tersebut tersebar dengan cepat ke seluruh dunia, tak terkendali, Michael tak melawannya. Sebaliknya dia membuat keputusan yang terbaik. Di situsnya, dia bahkan menulis email yang sangat simpatik kepada para penggemarnya, berterima kasih untuk mempopulerkan lagu tersebut, membiarkan siapapun yang ingin mendownload, gratis!, dan menghimbau siapapun untuk menyisihkan uangnya untuk kepentingan charity, setelah mengunduh musiknya.






Selain efeknya terhadap bantuan ke Palestina, ada efek samping dari tindakan hebat Michael Heart itu. Popularitas lagu dan jati dirinya meningkat. Tidak sedikit Stasiun TV seluruh dunia yang mengutip lagunya untuk background musik video dokumenter tentang Palestina. Dan banyak blog yang memasang mp3 lagu ini di site mereka. Saya berani taruhan, penjualan cd musiknya pasti meningkat di seluruh dunia, bukan hanya dari para penggemar Michael Hart sendiri, tapi juga dari berbagai kalangan yang penasaran dan simpatik dengan pendekatan anak muda ini. Bayangkan bila ia memutuskan membawa masalah ini ke meja hijau. Berapa banyak uangnya yang harus keluar mengurus masalah legalitas dan copyright. Siapa yang untung? Para lawyers nya, dan segelintir orang.

Bajakan = Robin Hood?

Meskipun merupakan salah satu negara terbesar tempat banyaknya barang bajakan dari mulai produk fashion, musik, film sampai software dan handphone, tapi Indonesia bukan satu-satunya.

Salah satu surga terbesar barang bajakan adalah China. Banyaknya manufaktur dan pabrik disana memudahkan terjadinya proses kopi produk produk tersebut. Bahkan sekarang di China tercipta proses budaya pop yang mereka sebut dengan ‘Shanzhai’. Budaya ini, mengutip manifesto Pro Shanzhai dari Li Zonggui seorang professor Flosofi di Universitas Zhongsan , adalah budaya pemberontakan terhadap sektor monopoli. Shanzhai sendiri menurut para penggemarnya di China sana, bisa berarti mengkopi, dan kreatifitas (Forbes Asia February 16, 2009).











Bagi banyak para konsumen dunia, yang sebagian besar berada di dunia ketiga yang sedang berkembang, budaya Shanzhai bisa dianggap secara romantis sebagai ‘Robin Hood’. Robin Hood yang membantu keinginan banyak orang untuk menikmati barang, untuk melangkah maju, belajar melalui akses bebas atau piranti lunak dengan mudah, murah dan terjangkau.

Disisi lain, maraknya barang barang bajakan menyebabkan para pencipta produk harus membayar kerugian biaya marketing, riset dan penelitian mereka. Jadi apakah bajakan itu buruk? Bagi hukum, agama dan beberapa kalangan, mungkin. Tapi bagi saya yang dari masyarakat kelas menengah ke bawah, yang hidup di negara dunia ketiga, dimana per kapita masyarakatnya rendah, dan upah minimum regionalnya super kecil, dimana harga harga barang asli dan branded termasuk electronic, DVD dan software tak masuk akal, bajakan bisa jadi merupakan alternative sehat dan realistis. Bajakan bisa jadi merupakan Robin Hood. Mengingat implikasi positifnya seperti saya sebutkan diatas, bajakan itu baik, kan? Tapi untuk Anda para pengusaha papan atas, jangan ikut ikut saya, ok?

kutipan:KoKi

Sabtu, 24 Januari 2009

Hajimemashite !!

Konichiwa Minna - san ! watashi no namae numan desu.. ! dozo yoroshiku kudasai !!
im just ordinary employee in the world , of agency internal revenue service ,dedicate our live for nation . so enjoy my gallery